Monday, December 7, 2020

 

CORONA PAGI ITU

Pagi itu….

Kulihat bulir Embun enggan jatuh dipucuk rumput yang dibelai genit oleh angin

Cahaya menembus diantara celah dedaunan yang rindang menancap setia sepanjang jalan

Kulangkahkan kakiku dilorong sunyi itu, lorong dimana anak-anakku bernyayi dan memeluk manja diriku.

Disudut kelas itu, aku tiada sabar duduk menunggu senyum merekah anak  ideologisku.

 

Pagi itu….

Dibalik pintu  terdengar hentak sepatu beradu, benar…anak-anakku datang!

Tapi taukah kau? bak duka yang tiada kuasa kurasa

Pelukan itu tiada kudapatkan, mereka berpaling dan menepis uluran tangan hangatku

Aku bertanya mengapa? Mereka menjawab kata mama virus Corona!

Oh baru kusadar, bahwa monster kecil itu telah membuat kerdil anakku dalam ketakutan.

Sepanjang waktu, terasa sesak dadaku dan berdiri bulu kudukku.

 

Pagi itu…

Ku ingin peluk wajah-wajah mungil itu, seperti sebelum Corona menyapa sekolahku

Antara kesal untuk tak perduli, tapi takut segera menyudahi ego ini.

Kadang, tiada sadar mereka datang hendak memelukku, tapi kucoba menolak dan melepaskan kedua tangan yang meraihku. Berat….senantiasa kurasai, seakan membui diriku sendiri!

Dikedalaman jiwaku aku tiada ingin mereka dapati bahaya itu. meski aku bukanlah monster kecil yang mereka takuti.

 

Pagi itu…

Aku sembunyikan wajah pucatku diantara daun pintu lemari kelasku, wajah yang mengalir deras air mataku, tiada mampu menerima drama Corona yang merebut kehangatan dinatara aku dan anak didikku.

 

Pagi itu…

Tiada henti aku layangkan permohonan kepada Tuhan, agar tetap tenangkan hati yang mulai resah. Dan segera mengangkat kembali mahluk kecil yang tak diharapkan alam semesta.

 


No comments:

Post a Comment