CORONA PAGI ITU
Pagi itu….
Kulihat
bulir Embun enggan jatuh dipucuk rumput yang dibelai genit oleh angin
Cahaya
menembus diantara celah dedaunan yang rindang menancap setia sepanjang jalan
Kulangkahkan
kakiku dilorong sunyi itu, lorong dimana anak-anakku bernyayi dan memeluk manja
diriku.
Disudut
kelas itu, aku tiada sabar duduk menunggu senyum merekah anak ideologisku.
Pagi itu….
Dibalik
pintu terdengar hentak sepatu beradu,
benar…anak-anakku datang!
Tapi
taukah kau? bak duka yang tiada kuasa kurasa
Pelukan
itu tiada kudapatkan, mereka berpaling dan menepis uluran tangan hangatku
Aku
bertanya mengapa? Mereka menjawab kata mama virus Corona!
Oh
baru kusadar, bahwa monster kecil itu telah membuat kerdil anakku dalam
ketakutan.
Sepanjang
waktu, terasa sesak dadaku dan berdiri bulu kudukku.
Pagi itu…
Ku
ingin peluk wajah-wajah mungil itu, seperti sebelum Corona menyapa sekolahku
Antara
kesal untuk tak perduli, tapi takut segera menyudahi ego ini.
Kadang,
tiada sadar mereka datang hendak memelukku, tapi kucoba menolak dan melepaskan kedua
tangan yang meraihku. Berat….senantiasa kurasai, seakan membui diriku sendiri!
Dikedalaman
jiwaku aku tiada ingin mereka dapati bahaya itu. meski aku bukanlah monster
kecil yang mereka takuti.
Pagi itu…
Aku
sembunyikan wajah pucatku diantara daun pintu lemari kelasku, wajah yang
mengalir deras air mataku, tiada mampu menerima drama Corona yang merebut
kehangatan dinatara aku dan anak didikku.
Pagi itu…
Tiada
henti aku layangkan permohonan kepada Tuhan, agar tetap tenangkan hati yang
mulai resah. Dan segera mengangkat kembali mahluk kecil yang tak diharapkan
alam semesta.
No comments:
Post a Comment