MENGHINDARI
KORUPSI SEJAK DINI
Siapa
yang tidak mengenal korupsi? Hampir semua kalangan mengetahuinya dan tidak ada
satupun pujian terhadapnya melainkan tersisa ribuan umpatan sebagai sikap
penolakan atas eksistensinya. korupsi sendiri berasal dari bahasa Latin,
“Corruptio”, yang berarti merusak, membuat busuk, menyuap. Menurut Subekti,
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan keuangan dan perekonomian negara. Korupsi sebenarnya bukan barang
baru dikalangan masyarakat karena keberadaanyapun telah menyusuri setiap sudut
kelurahan, desa, kota atau bahkan negara diberbagai belahan dunia dengan
berbagai uangkapan berbeda tapi memiliki makna yang sama, misalnya masyarakat Muangthai
menyebutkan dengan “GIN MUONG” yang berarti, makan bangsa. Orang Cina puya
istilah “TANWU” yang berarti keserakahan
bernoda. Di Jepang dinamakan “OSHOKU” yang berarti kerja kotor.
Korupsi adalah sebuah sikap yang ditakuti dan dihindari
namun disisi lain menjadi hal yang digugu
dan ditiru hingga pada tahap candu. Bak bakteri jenis amoeba ia mampu membelah
diri menjangkiti manusia dan keturunannya disepanajng masa, tidak peduli latar
belakang dari mana ia berasal, baik latar belakang pendidikannya, profesinya atau
isi dompetnya. Korupsi sendiri berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan
manusia, baik dari aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi maupun ekonomi.
Ibarat penyakit korupsi adalah penyakit menular yang sudah imun terhadap
berbagai macam obat. Di Indonesia misalnya berbagai aturan dan lembaga sudah
dibentuk pemerintah, mulai dari BPK, BPKP, Tim Anti Korupsi, Irjen, KPK,
ICW namun korupsi tetap menyeruak dan
bahkan menjamur dipangkuan masyarakat khususnya para pemangku jabatan. Ironinya
pelaku korupsi yang merugikan puluhan atau atau milyaran uang negara yang diperoleh
dari rakyat adalah manusia-manusia cerdas, berpendidikan, berpangkat bahkan
memiliki status sosial yang bergengsi dimana mereka telah mengerti bahwa tindakan
korupsi adalah perilaku yang tidak terpuji dan merupakan Tindakan yang dikutuk
oleh tuhan dan setiap pribadi.
Keberadaan manusia yang dibesarkan oleh pendidikan dan
dilegalisasi dengan ijazah serta sederet gelar tidak mampu menjamin dirinya
untuk tidak berbuat korupsi, mengapa demikian? Adakah yang salah dengan
Pendidikan kita? Ternyata tidak ada yang salah dengan Pendidikan yang . Pasalnya
Pendidikan mengajarkan hal mutlak tentang kebenaran ilmu pengetahuan. Ir Suekarno pernah mengatakan
tentang perang yang tak berkesudahan setelah penjajahan Belanda dan Jepang "Perjuanganku lebih mudah karena
melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena
melawan bangsa sendiri" sejenak kami berfikir bahwa ucapan bung
Karno bukan kutukan melainkan kebenaran tentang manusia dimasa depan. Kebenaran
bobroknya moral bangsa terhadap bangsanya sendiri yang salah satunya diinterpretasikan
melalui tindakan korupsi.
Peristiwa korupsi yang
menjala rakyat Indonesia membawa kita bernostalgia pada era 90 an, dimana praktik
korupsi, kolusi, nepotisme merajai ibu pertiwi. Sebut saja misalnya peritiwa pemilu yang ambisius memenangkan
paslon tertentu dengan strategi yang cukup terkenal yaitu “Serangan Fajar”,
tidak berhenti dari kasus tersebut sejarah memotret korupsi lebih marak
dipraktikkan. Salah satu penelitian
tentang korupsi di era Soeharto yang dilakukan oleh Ketua Pusat Kajian
Anti-Korupsi (Pukat) UGM, Oce Madril dimana dalam penelitianya beliau memaparkan
berbagai kepres yang dikeluarkan oleh orde baru menguntungkan pejabat dan
koleganya. Guru besar UGM, Prof Denny Indrayana, menyatakan
penguasa Orde Baru itu meninggal dalam status sebagai terdakwa, bukan sekadar
tersangka terhadap dugaan korupsi berbagai yayasan yang dipimpinnya. Dari keyataan sejarah pahit tersebut bangsa
Indonesia dipaksa mewarisi perbuatan melawan hukum untuk sebuah kepuasan
pribadi dan kelompok tertentu. Korupsi menjadi halal ditengah aturan yang tiada
diindahkan secara sadar.
Dari berbagai kasus
yang menimpa para pejabat terkait korupsi hingga saat ini, maka sebagai
masyarakat yang baik sudah seharusnya kita hadir bukan sebagai penerus
melainkan sebagai pemutus rantai perbuatan bejad tersebut, karena untuk memutus
rantai korupsi selain memperketat aturan regulasi dan memberlakukannya dengan
adil tanpa tebang pilih status sosial maupun jabatan diranah meja hijau. Banyak
hal positif yang bisa dilakukan oleh masyarakat sipil pada umumnya diantaranya:
1. Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menyadari bahwa perbuatan tersebut pada akhirnya akan membawa petaka terhadap
diri sendiri dan keluarga yang dicintai.
2.
Menghindari
perbuatan suap menyuap untuk mencapai sesuatu. Karena dengan menyuap aparat
tertentu untuk memuluskan suatu persoalan. Berarti kita sedang mengajari mereka
dan membenarkan perbuatan yang tidak terpuji berlangsung sebelum akhirnya
menjadi kebiasaaan yang lumrah untuk dilakukan.
3.
Kembalikan
semua pinjaman meskipun nominalnya hanya sedikit.
4.
Atur
kondisi keuangan sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan.
5. Tidak melakukan korupsi terhadap hal-hal kecil
misalnya pulang kerja sebelum waktunya dll.
Demikianlah untuk sebuah
perubahan, kita sendiri yang harus memulainya. It’s Better light a candle than
curse the darkness.
Say no to korupsi!!
ReplyDeleteHiks...mumpung angets😁
ReplyDeletePengen banget tanya ke mereka, "Maaf ya Pak, Bu, situ kekurangan banget ya kok sampai korup dana sosial lagi..."
ReplyDeleteMereka menjawab, "Iya saya kekurangan, kurang tahu diri tepatnya." Ups #selfreminder ^_^