Tuesday, December 8, 2020

 

MENGHINDARI KORUPSI SEJAK DINI

Siapa yang tidak mengenal korupsi? Hampir semua kalangan mengetahuinya dan tidak ada satupun pujian terhadapnya melainkan tersisa ribuan umpatan sebagai sikap penolakan atas eksistensinya. korupsi sendiri berasal dari bahasa Latin, “Corruptio”, yang berarti merusak, membuat busuk, menyuap. Menurut Subekti, Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan keuangan dan perekonomian negara. Korupsi sebenarnya bukan barang baru dikalangan masyarakat karena keberadaanyapun telah menyusuri setiap sudut kelurahan, desa, kota atau bahkan negara diberbagai belahan dunia dengan berbagai uangkapan berbeda tapi memiliki makna yang sama, misalnya masyarakat Muangthai menyebutkan dengan “GIN MUONG” yang berarti, makan bangsa. Orang Cina puya istilah “TANWU” yang berarti  keserakahan bernoda. Di Jepang dinamakan “OSHOKU” yang berarti kerja kotor.

            Korupsi adalah sebuah sikap yang ditakuti dan dihindari namun disisi lain menjadi hal yang  digugu dan ditiru hingga pada tahap candu. Bak bakteri jenis amoeba ia mampu membelah diri menjangkiti manusia dan keturunannya disepanajng masa, tidak peduli latar belakang dari mana ia berasal, baik latar belakang pendidikannya, profesinya atau isi dompetnya. Korupsi sendiri berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik dari aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi maupun ekonomi. Ibarat penyakit korupsi adalah penyakit menular yang sudah imun terhadap berbagai macam obat. Di Indonesia misalnya berbagai aturan dan lembaga sudah dibentuk pemerintah, mulai dari BPK, BPKP, Tim Anti Korupsi, Irjen, KPK, ICW  namun korupsi tetap menyeruak dan bahkan menjamur dipangkuan masyarakat khususnya para pemangku jabatan. Ironinya pelaku korupsi yang merugikan puluhan atau atau milyaran uang negara yang diperoleh dari rakyat adalah manusia-manusia cerdas, berpendidikan, berpangkat bahkan memiliki status sosial yang bergengsi dimana mereka telah mengerti bahwa tindakan korupsi adalah perilaku yang tidak terpuji dan merupakan Tindakan yang dikutuk oleh tuhan dan setiap pribadi.

            Keberadaan manusia yang dibesarkan oleh pendidikan dan dilegalisasi dengan ijazah serta sederet gelar tidak mampu menjamin dirinya untuk tidak berbuat korupsi, mengapa demikian? Adakah yang salah dengan Pendidikan kita? Ternyata tidak ada yang salah dengan Pendidikan yang . Pasalnya Pendidikan mengajarkan hal mutlak tentang kebenaran  ilmu pengetahuan. Ir Suekarno pernah mengatakan tentang perang yang tak berkesudahan setelah penjajahan Belanda dan Jepang "Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri" sejenak kami berfikir bahwa ucapan bung Karno bukan kutukan melainkan kebenaran tentang manusia dimasa depan. Kebenaran bobroknya moral bangsa terhadap bangsanya sendiri yang salah satunya diinterpretasikan melalui tindakan korupsi.

            Peristiwa korupsi yang menjala rakyat Indonesia membawa kita bernostalgia pada era 90 an, dimana praktik korupsi, kolusi, nepotisme merajai ibu pertiwi. Sebut saja misalnya  peritiwa pemilu yang ambisius memenangkan paslon tertentu dengan strategi yang cukup terkenal yaitu “Serangan Fajar”, tidak berhenti dari kasus tersebut sejarah memotret korupsi lebih marak dipraktikkan. Salah satu penelitian tentang korupsi di era Soeharto yang dilakukan oleh Ketua Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM, Oce Madril dimana dalam penelitianya beliau memaparkan berbagai kepres yang dikeluarkan oleh orde baru menguntungkan pejabat dan koleganya. Guru besar UGM, Prof Denny Indrayana, menyatakan penguasa Orde Baru itu meninggal dalam status sebagai terdakwa, bukan sekadar tersangka terhadap dugaan korupsi berbagai yayasan yang dipimpinnya. Dari keyataan sejarah pahit tersebut bangsa Indonesia dipaksa mewarisi perbuatan melawan hukum untuk sebuah kepuasan pribadi dan kelompok tertentu. Korupsi menjadi halal ditengah aturan yang tiada diindahkan secara sadar.

            Dari berbagai kasus yang menimpa para pejabat terkait korupsi hingga saat ini, maka sebagai masyarakat yang baik sudah seharusnya kita hadir bukan sebagai penerus melainkan sebagai pemutus rantai perbuatan bejad tersebut, karena untuk memutus rantai korupsi selain memperketat aturan regulasi dan memberlakukannya dengan adil tanpa tebang pilih status sosial maupun jabatan diranah meja hijau. Banyak hal positif yang bisa dilakukan oleh masyarakat sipil pada umumnya diantaranya:

1.      Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, menyadari bahwa perbuatan tersebut pada akhirnya akan membawa petaka terhadap diri sendiri dan keluarga yang dicintai.

2.      Menghindari perbuatan suap menyuap untuk mencapai sesuatu. Karena dengan menyuap aparat tertentu untuk memuluskan suatu persoalan. Berarti kita sedang mengajari mereka dan membenarkan perbuatan yang tidak terpuji berlangsung sebelum akhirnya menjadi kebiasaaan yang lumrah untuk dilakukan.

3.      Kembalikan semua pinjaman meskipun nominalnya hanya sedikit.

4.      Atur kondisi keuangan sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan.

5.      Tidak melakukan korupsi terhadap hal-hal kecil misalnya pulang kerja sebelum waktunya dll.

Demikianlah untuk sebuah perubahan, kita sendiri yang harus memulainya. It’s Better light a candle than curse the darkness.

          


 

                       

3 comments:

  1. Pengen banget tanya ke mereka, "Maaf ya Pak, Bu, situ kekurangan banget ya kok sampai korup dana sosial lagi..."
    Mereka menjawab, "Iya saya kekurangan, kurang tahu diri tepatnya." Ups #selfreminder ^_^

    ReplyDelete